Dan Hujan Pun Berhenti


Judul : Dan Hujan Pun Berhenti ...
Penulis : Farida Susanty
Penerbit : PT Gramedia Widiasarana Indonesia
Kota Terbit : Jakarta
Tahun Terbit : 2007
Ukuran Buku : 13,8 cm x 20 cm
Tebal Buku :  322 halaman
Harga Buku : Rp 48.000,00
ISBN : 978-979-081-441-7





"Hei! Kenapa menggantungkan itu?"
"Biar hujan nggak turun."
"Memangnya kenapa kalau turun?"
"Aku akan keburu mati sebelum aku bunuh diri."
"Kamu mau bunuh diri?"
"Ya, asal nggak hujan."
"..."

Itulah baris pembuka yang mengisi halaman pertama buku ini. Kalimat penting yang berpengaruh besar terhadap takdir tokoh-tokohnya, yang tentu saja berkaitan dengan hujan. Leo, seorang anak SMA yang baru saja dipukuli, yang tiba-tiba saja melihat seorang gadis yang sedang menggantungkan teru-teru bozu (penangkal hujan ala Jepang) di pohon sebelahnya. Tanpa sadar bertanya pada gadis itu tentang apa yang sedang gadis itu lakukan, gadis itu berkata ia melakukannya untuk persiapan bunuh diri.

Leo terlalu malas untuk mengurusi orang lain. Sejak ia kabur dari rumah setelah kepergian teman pertamanya, Leo sudah tidak peduli lagi pada apapun. Ia sudah permanen memakai topeng tersenyum di wajahnya, menghasilkan dirinya yang cuek, sinis, liar, dan brutal. Sesuatu yang ia pakai di permukaan agar tampak bahagia selalu, menutupi keantisosialannya yang tersembunyi dalam dirinya. Kebencian dan ketidakpercayaannya pada dunia.

Tapi Leo ternyata benar-benar tidak bisa mengabaikannya. Ia bertemu dengan gadis itu lagi di kamar mandi sekolahnya, saat gadis itu sedang mencoba bunuh diri. Leo awalnya enggan untuk menyelamatkan gadis itu. Tapi setelah percakapan singkat sebelum kematian gadis itu, ternyata sesuatu berjalan di luar rencananya. Gadis itu ternyata mirip dengan teman pertamanya, Iris.

Disadarinya atau tidak, di sanalah semuanya berubah. Di sanalah titik balik segala masalah Leo yang mengubah jalan hidupnya dan Spiza selamanya. Dirinya dan Spiza adalah orang-orang yang sama-sama tidak bahagia, dan sama-sama membenci hujan. Dan hanya itulah yang bisa mereka mengerti bersama, tanpa bisa dibagi pada yang lainnya.

Novel ini mengisahkan seorang anak muda bernama Leostrada Miyazao, korban broken home yang selalu menjadi biang kerok atas kekacauan di sekolah bersama gengnya, The Bunch of Bastards. Kekerasan fisik dan mental yang dia terima dari kedua orangtuanya, kematian tragis sang pacar (Iris) , konflik dengan teman segeng, membuat hidupnya semakin hampa dan pada akhirnya ia tidak lagi mau mempercayai orang-orang terdekatnya dan menganggap semuanya penghianat. Suatu hari ia bertemu gadis bernama Spizaetus Caerina yang sedang menggantungkan teru teru bozu (penangkal hujan khas Jepang). Spiza melakukan itu demi melaksanakan niat bunuh diri, sesuai kata-kata yang tertulis di cover novel. “Kamu mau bunuh diri?” “Ya, asal tidak hujan.” Seperti Leo, Spiza membenci hujan.  Hujan mengingatkannya pada peristiwa yang teramat pahit di masa lalu. Kenangan buruk yang menghantuinya dalam mimpi dan membuatnya merasa tak mampu melanjutkan hidup. Persamaan tekanan batin membuat Leo dan Spiza dekat. Leo yang sinis dan membenci keluarganya sendiri ini menemukan seseorang yang nyaman pada diri Spiza.
Farida Susanty sang penulis yang lahir di Bandung 18 Juni 1990. Ia menerbitkan novel perdananya ini pada saat ia masih menjadi siswa kelas XII SMA. Prestasi sastranya pernah masuk beberapa majalah, menang beberapa lomba cerpen universitas di Bandung. Esainya pernah masuk suplemen Belia, Pikiran Rakyat, mengikuti Coaching Cerpen KaWanku2006, dan cerpennya menjadi juara pertama best three short stories Coaching Cerpen KaWanku 2006.
Novel perdana Farida Susanty ini sangat kental dengan pernak-pernik Jepang. Mulai dari latar belakang keluarga konglomerat Miyazao, unsur budaya dalam teru teru bozu, bahasa Jepang yang sesekali dipergunakan, sampai keinginan beberapa karakter di dalamnya untuk bunuh diri. Meski bunuh diri merupakan suatu adat masyarakat Jepang sebagai solusi atas perbuatan yang dianggap memalukan, tapi penulis melihat hal ini sebagai sesuatu yang sedang merajalela di kalangan remaja dan anak di bawah umur di tanah air. Orang-orang yang demikian berusaha menghindari permasalahan. Kematian itu mudah, namun kehidupan harus dijalani
Penulis menghadirkan beragam karakter yang semu antara baik dan buruk. Luthfi yang rendah diri terhadap Leo dikisahkan berwajah biasa-biasa saja namun memiliki pengetahuan Sejarah menonjol. Tyo, musuh geng Leo, bahkan menyadari bahwa dirinya tidak mempunyai teman seakrab saingannya itu. Bahkan kematian Iris sendiri menguak sebuah rahasia besar yang membuat Leo menyudahi ratapannya dan mencoba mensyukuri keadaan. Seperti yang diutarakan Sitta Karina di sampul belakang, “Kita dibawa bertubi-tubi menyelami jurang terdalam si tokoh dengan gaya menulis dan ilustrasi kata yang spontan dan liar.”
Kesan gelap sangat menonjol dari novel ini, yang sudah terlihat dari cover yang berwarna hitam dan tagline yang membuat penasaran dengan kata-kata mendalam yaitu bunuh diri. Tidak hanya itu, kesan gelap juga terlihat dari jalan cerita dan karakter Leo yang keras. Penulis juga berani bermain dengan kata-kata kasar. Seperti kata “darah” yang sering digambarkan dalam novel ini. Dan banyak bertaburan kata-kata kasar, caci maki, kekerasan, kemarahan, kedengkian, dan keputusasaan. Oleh karena itu, novel ini lebih tepat masuk ke genre dewasa dan tidak pantas untuk dibaca remaja dibawah 16 tahun seumuran kita. Novel ini juga butuh keseriusan dalam membacanya. Pembaca dibawa menyelam kekegelapan kehidupan sang tokoh yang membuat pembaca berdebar-debar. Tidak ada unsur santai dan rileks dalam membacanya. Oleh karena itu, novel ini sebaiknya tidak dibaca oleh kamu yang ingin mendapat hiburan dari menbaca sebuah novel.
Ceritanya berbeda dengan kebanyakan teenlit yang beredar sekarang ini. Kalau biasanya cerita lebih banyak suasana sekolah dan kehidupan cinta yang menyenangkan, novel ini lebih suram. Pemilihan tokoh utama laki-laki membuat novel ini sedikit ‘brutal’ khas seorang laki-laki dewasa. Dan uniknya, novel ini ditulis oleh seorang perempuan.
Ceritanya sulit ditebak, membuat kita pengen baca terus dari satu bab ke bab yang lain. Walaupun menjelang akhir sepertinya ada beberapa bagian yang ‘terlalu panjang’. Endingnya juga bagus, tidak terlalu jelas tapi tidak menggantung juga.

2 komentar:

  1. mantap sob,isi nya bagus :D

    MAMPIR YA di www.adatrik.com

    follow us @juntakbilang

    BalasHapus
  2. Terima kasih banyak, kak bro
    Oke, pasti dikunjungi kok
    Salam kenal.
    Dhamar :)

    BalasHapus